Dimuat di Harian Jogja
Hasanah Safriyani, Psi
Baju baru Alhamdulillah..
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama
Lagu
anak-anak di atas, rasanya masih relevan dengan kondisi saat ini.
Mungkin juga akan tetap relevan di tahun-tahun mendatang, karena
(terutama untuk anak) lebaran seringkali identik dengan baju baru,
sepatu baru, semuanya serba baru. Akibatnya kalau di tengah Ramadhan
orang tua tidak menunjukkan gejala akan membelikan baju lebaran,
anak-anak bisa ngambek. Sebetulnya masih banyak hal yang lebih penting
dalam memaknai lebaran, yang perlu kita kenalkan kepada anak. Event lebaran bisa dimanfaatkan untuk mengajak anak mempraktekkan nilai-nilai positif dalam hidupnya, antara lain;
Hati yang baru
Jelaskan
kepada anak bahwa lebaran adalah hari kemenangan setelah sebulan
menahan hawa nafsu, artinya kebaikan yang dipupuk di bulan Ramadhan
harus terus dipertahankan. Anak bisa diajak mengenali kebaikan apa yang
ia upayakan di bulan ramadhan tahun ini misalnya berusaha tidak mencela
makanan, bersedekah, sholat dll. Nah, kebaikan itu perlu terus
dilakukan, dimana lebaran adalah awal ia melakukan hal tersebut meskipun
tidak di bulan puasa. Pilih kebaikan yang kira-kira memang bisa
dipertahankan anak, agar realistis dan tidak membebani. Jadi bukan
bajunya yang harus baru, tapi hatinya.
Kesederhanaan
Jika kita
bermewah-mewah atau berlebihan dalam menyambut lebaran, anak akan
belajar bahwa lebaran identik dengan hura-hura. Sebaliknya, jika orang
tua mensikapi lebaran dengan cara yang sederhana anak pun akan
menirunya. Membeli baju baru memang tidak salah, tapi tidak perlu
dipaksakan dan dijadikan tradisi tahunan. Bukankah yang dianjurkan
adalah memilih busana yang terbaik untuk berhari raya, busana terbaik
yang kita miliki lho, bukan busana terbaik yang ada di toko.
Berbagi
Anak
bisa diajak berbagi kegembiraan dengan teman-teman yang kurang
beruntung. Dengan berbagi anak belajar mensyukuri segala yang ia miliki.
Anak bisa dilibatkan dalam menentukan apa yang bisa ia berikan kepada
teman-teman yang kurang beruntung tersebut.
Keterlibatan dalam keluarga
Anak
adalah anggota penting dalam keluarga, maka persiapan lebaran
seyogyanya tidak hanya menjadi monopoli orang tua saja. Anak bisa
dilibatkan mulai dari menentukan kue kering yang akan dibuat, penataan
ruangan, dsb. Tentu setelah dilibatkan dalam diskusi anak juga bisa
diberi kesempatan untuk ikut membantu dalam prosesnya. Keterlibatannya
dalam proses menyambut hari raya akan membuat anak merasa berguna, yang
akan meningkatkan rasa percaya diri anak.
Silaturahmi
Mengajak
anak untuk ikut serta dalam agenda penting lebaran ini, akan memberinya
kesempatan belajar bersosialisasi, etika, dsb. Perlu diupayakan agar
anak tetap merasa nyaman dalam mengikuti silaturahmi, misalnya hindari
menghardik anak di depan orang asing, beri anak kesempatan untuk
sesekali terlibat dalam pembicaraan, kenalkan anak kepada keluarga atau
kerabat yang kita temui, dsb.
Mengelola keuangan
Biasanya di
hari lebaran akan akan panen “angpaw” dari orang dewasa yang ditemui.
Karena yang diberi adalah anak, maka kita perlu menghargai bahwa itu
adalah ”harta” anak kita. Jadi biarkan ia menyimpannya, dan setelah itu
kita bisa mengajak anak berdiskusi tentang pemanfaatan uang tersebut.
Diupayakan agar uang tersebut tidak langsung habis untuk jajan, tapi
ditabung sehingga bisa untuk membeli keperluan yang lebih besar untuk
anak. Atau disedekahkan,jika anak memang menghendakinya.
Kreativitas
Hari
raya bisa menjadi waktu yang baik untuk mengasah kreativitas. Misalnya
anak diajak menata parcel, membuat kartu lebaran, menghias kue, dsb.
Lebaran
memang hari yang menggembirakan bagi semua, baik orang dewasa maupun
anak-anak. Hati yang bersih dan niat yang mulia, akan memudahkan kita
dalam mengenalkan makna positif lebaran kepada anak-anak. Selamat
berlebaran, bagi anda yang merayakannya.