Idih malu… sudah besar kok ngenyut saputangan dulu baru tidur?
Apa sih istimewanya saputangan butut itu, sudah sobek bau lagi…
Apa itu emosi?
Pernah tidak kita melihat anak yang sangat lengket dengan satu benda kesayangan ntah itu saputangan, guling, selimut, empeng, dot, boneka atau lainnya dan bahkan baru bisa tidur kalau benda kesayangan itu ada di tangannya? Pasti pernah ya, karena kebiasaan seperti ini memang ada dan bahkan bisa saja kita sendiri yang mengalaminya ketika masih kecil.
Lalu ketika melihat anak yang sangat lengket dengan benda kesayangan, sadar atau tidak kita lantas berkomentar seperti di atas, sebenarnya anak-anak dengan kebiasaan seperti ini butuh banyak dorongan dan dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya untuk dapat lepas dari benda kesayangannya bukan malah dipojokkan.
Kebiasaan ini memang tidak berbahaya tetapi lebih baik kebiasaan ini dihilangkan karena berdampak tidak baik bagi perkembangan emosi anak:
Tidak percaya diri
Anak jadi merasa “kurang PD” kalau tidak ada “benda kesayangannya” walaupun sebenarnya dia bisa tapi lalu merasa tidak bisa karena benda kesayangan tidak ada di dekatnya.
Tidak mandiri
Anak jadi tidak mandiri karena kemampuan bantu dirinya sangat tergantung dengan benda kesayangan. Anak merasa tidak berdaya tanpa benda kesayangannya.
Dampak lainnya tentu saja mendatangkan penyakit, karena benda yang selalu dibawa kemana-mana ini jelas jadi sarang kuman. Lebih-lebih kalau tidak boleh dicuci.
Lalu kenapa ya ada anak-anak yang sangat tergantung dengan benda-benda kesayangan? Apa yang mendorong mereka melakukan itu?
Kebiasaan lengket dengan benda kesayangan tidak dibawa dari lahir atau tidak juga datang tanpa sebab. Biasanya terjadi karena anak:
Butuh rasa aman
Kebiasaan bergantung pada sapu tangan, selimut, guling, boneka atau benda tertentu lainnnya, merupakan salah satu cara anak untuk mendapatkan rasa aman. Dan kebiasaan ini tidak selalu hasil temuan anak loh, tanpa disadari kebiasaan ini justru dibentuk oleh orang tua. Misalnya: karena ingin anaknya tidur nyenyak atau mau tidur sendiri, orang tua lalu memberi benda tertentu untuk menemani tidur. Sekali dua kali lalu berlangsung terus dan akhirnya menjadi ketergantungan.
Butuh rasa nyaman/kehangatan
Benda tertentu menimbulkan kesan yang berbeda pada tiap anak. Ada anak yang ketika didongengkan ibunya dia memegang-megang daster ibunya. Nah setiap mau tidur dan memegang daster ibu, memori anak kembali ke saat berkesan tadi, “ketika aku memegang-megang daster ibu, ibu menceritakan dongeng yang bagus sambil mengusap punggungku, wah nyamannya.” Nah, ada anak yang mentransfer rasa nyaman lewat daster ibu, ada yang boneka atau saputangan dan benda lainnya.
Kesepian/kurang perhatian
Karena tidak punya teman maka anak mencari figur pengganti yang bisa mengisi kesepiannya yaitu lewat benda kesayangan.
Apa saja yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk melepaskan anaknya dari benda-benda kesayangannya?
Bertahap dan tidak memaksa
Menghilangkan kebiasaan bisa dilakukan secara pelan-pelan. Semua harus melalui proses yang tidak mendadak apalagi memaksa. Awalnya sapu tangan atau benda lainnya kita bagi dua, yang satu dicuci yang satu bisa digunakan. Untuk waktunya juga bisa kita atur hari ini berapa menit lalu besoknya berapa menit jadi anak tetap bisa berdekatan dengan benda kesayangannya walaupun hanya sebentar. Yang perlu diingat adalah tetap hargai usaha anak untuk bisa lepas dari benda kesayangannya sekecil apapun itu.
Tidak mentertawakan/mengejek
Menertawakan, mengejek atau melabel anak dengan istilah-istilah seperti “jorok, kayak bayi, malu-maluin, dll” tidak akan membantu anak lepas dari benda kesayangan seperti yang kita harapkan, tetapi justru dapat semakin memperburuk kondisi anak.
Tegas
Kalau kita tidak mau anak ngenyut sapu tangan sebelum tidur kita bisa bilang, “Adik boleh tidur sama Bunda tapi saputangannya diletakkan di samping saja, tidak dienyut.” Ketika anak bersikeras untuk tetap melakukan maka jangan terpancing emosi atau ngomel karena anak akan merasa ditolak, katakan saja. “Kalau Adik masih ngenyut sapu tangan, Ibu pindah lain kamar saja ah tidurnya.” Dan itu benar-benar dilakukan ketika anak tidak melaksanakan apa yang kita mau, jadi bukan hanya gertakan saja.
[Herlita Jayadianti – Harian Jogja 15, 21 Sep 2008]