Membantu anak mengatasi rasa malu

Oleh Herlita Jayadianti (Koord Div. Media Kampanye ECCD-RC)

Pada umumnya anak akan senang sekali ketika diundang ke acara ulang tahun, entah utu ulang tahun teman sekolah atau teman sebaya yang ada dilingkungan rumahnya. Namun ternyata, balon warna-warni, kue-kue enak, badut lucu, games seru, bingkisan menarik, musik yang ceria yang biasa dijumpai di pesta ulangtahun justru tidak dapat dinikmati sama sekali oleh seorang anak yang memiliki sifat pemalu. Sepanjang pesta tata hanya bersembunyi dibalik punggung ibunya. Ketika diajak untuk tampil kedepan, dia malah gemetar, berkeringat lalu menangis minta pulang. Semakin dipaksa tangisnya semakin keras. Kejadian ini tidak sekali dua kali saya jumpai tetapi beberapa kali, baik itu disekolah maupun dilingkungan tempa tinggal. Ada anak yang sangat menikmati keramaian dan orang yang baru dijumpainya, namun ada juga anak yang justru sangat tersiksa ketika berada ditempai ramai dan bertemu dengan orang-orang yang belum dikenalnya. Anak seperti ini lalu sering disebut anak ‘’pemalu’’.

Sebenarnya tidak ada anak yang dilahirkan pemalu. Sifat pemalu muncul karena lingkungan tempat dia belajar membentuknya jadi pemalu. Sifat pemalu ada sebabnya, dan diakui atau tidak sebab yang paling utama memunculkan sifat pemalu anak justru dari orangtua sendiri.

Overprotective.

Orangtua yang selalu overprotective justru tanpa disadari memupuk anak jadi pemalu. Anak yang terlalu banyak mendapat larangan ketika ingin mengeksplorasi sesuatu akan merasa tidak percaya diri, takut salah, dan menarik diri. Yang ada dalam pikiran anak adalah kalau orangtua saja tidak percaya dengan kemampuan saya, lalu bagaimana dengan orang lain sehingga ada perasaan tidak nyaman ketika berada di lingkungan selain lingkungan rumah

Stimulasi.

Kurang stimulasi dengan alasan keamanan atau agar control dan pengawasan lebih mudah orangtua cenderung senang ketika anaknya main di dalam rumah saja. Di satu sisi hal ini baik, namun dari sisi interaksi dan kecerdasan sosial, kebutuhan anak tidak terpenuhi. Akibatnya ketika bertemu dengan orang lain anak tidak tahu bagaimana caranya berinteraksi dan cenderung menarik diri.

Orangtua pemalu.

Kalau orangtua ingin tahu mengapa anaknya ‘’begini atau begitu’’ maka bercerminlah. Orangtua pemalu biasanya juga mempunyai anak yang pemalu. Orangtua adalah sumber belajar anak yang terdekat. Segala gerak gerik tingkah laku orangtua menjadi contoh yang akan ditiru oleh anak.

Latihan.

Terus beri Latihan dan stimulasi pada anak bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan baik daro Bahasa maupun sikap tubuh. Ajari anak bagaimana caranya menyapa orang yang baru dikenalnya, bagaimana cara meminta tolong, mengucapkan terimakasih, dan lainnya. Jadi model/contoh orangtua dengan rasa percaya diri, kemampuan berekspresi dan sosialisasi yang baik otomatis memberikan contoh pada anak bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain. Hindari labelling kata-kata yang mencap anak seperti ‘’dasar pemalu’’ ‘’kok adik pemalu’’ pemalu amat sih’’, karena justru membuat anak semakin menarik diri. Anak yang tadinya tidak pemalu dan sering mendapat ‘’cap’’ seperti ini pun bisa jadi pemalu, apalagi anak pemalu. Ingatkan kelebihan setiap anak, karena ia punya keunikan sendiri-sendiri. Maka jelaskan kepada anak bahwa dia juga punya kelebihan yang tidak dimiliki teman lain, seperti ‘’senyum adik manis’’, ‘’adik pasti disayang teman karena adik kan suka berbagi’’. Hal kecil seperti ini bisa menumbukan rasa percaya diri anak untuk berinteraksi dengan oranglain.

Tidak memaksa.

Lakukan beberapa tahap dan tidak memaksa. Ketika anak belum mau tampil di depan pesta ulangtahun temannya maka biarkan anak mengamati dulu. Tindakan memaksa justru akan membuat perasaan anak semakin tidak nyaman. Biarkan anak mengambil keputusan rasa percaya diri bisa memunculkan dengan memberikan ruang pada anak untuk menentukan sendiri apa yang jadi keinginannya. Misalnya: biarkan anak memilih sendiri pakaian yang ingin dikenakan pada pesta ulangtahun temannya.

Beri perhatian dan dorongan.

Terus beri perhatian dan dorongan pentingnya punya banyak teman.

Beri reward.

Ketika anak berhasil mengatasi rasa malunya beri pujian dan dukungan seperti ‘’mama senang sekali kamu mau menyapa temanmu’’. Bagaimanapun dalam hidup, anak akan selalu berhadapan dengan orang lain. Kalau hal-hal diatas dilakukan terus menerus/ konsisten lama-lama anak akan bisa mengatasi rasa malunya. Karena menjadi pemalu itu lebih karena sikap bukan kepribadian. Yang penting dukungan anak dan perhatian serta contoh dari orang-orang terdekat, siapa lagi kalau bukan orangtua.

Selamat mendampingi putra-putri tercinta. Harian Jogja, 7 September 2008

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *