Membantu Anak Mengenal Emosi

Hasanah Safriyani, Psi

Aku marah!” seru Aldi (4 th)sambil membanting pintu. Orang tuanya tentu tidak senang dengan perilaku Aldi membanting pintu. Setidaknya, ortu Aldi bisa sedikit lega karena Aldi bisa mengemukakan dengan kata-kata: Aku marah!. Sebagian anak tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata, tapi dilampiaskan dengan berteriak, menangis, merusak barang atau menarik diri.

Apa itu emosi?

Emosi lebih sering dipersepsikan sebagai sesuatu yang negative. Sebetulnya tidak, karena ada 3 emosi dasar yang dimiliki manusia yaitu senang, marah dan takut..

Gejolak emosi

Emosi yang muncul pada anak, seringkali menggelegak dan ditampakkan secara “berlebihan” (misalnya, minta permen saja sampai tantrum) hal ini dikarenakan kemampuan anak untuk mengontrol emosi belum sebaik orang dewasa. Demikian juga dengan kemampuan menyampaikan perasaan dalam bentuk verbal. Emosi yang berlebihan bisa disebabkan kondisi fisik (masalah pencernaan, lapar, ngantuk) maupun psikis (takut, merasa tidak dihargai, tidak PD, tertekan, frustasi, kecerdasan). Gejolak emosi lebih berpotensi muncul pada anak yang dididik dengan pola asuh terlalu keras, terlalu manja maupun terabaikan. Dayli rushing atau kepanikan harian (biasanya terjadi di pagi hari dimana semua orang di rumah harus bergegas menuju tempat aktivitas masing-masing) , kurangnya rasa sayang dan minimnya interaksi juga memicu hal ini.

Apa yang bisa dilakukan orang tua?

  1. Menyadari emosi anak. Terima apa yang dirasakan anak, tidak perlu menyangkalnya. Setiap emosi negatif diberi nama, dimengerti, dihadapi bersama dan dimaknai. Misalnya ”Kamu marah ya..” ”Kamu kecewa?”
  2. Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak. Sekecil apapun masalahnya, yang dialami anak adalah nyata. Anak perlu didengarkan dan diberi kesempatan untuk menjelaskan apa yang ia rasakan lalu kita teguhkan hatinya. ”Jadi kamu sedih ya.. nggak dapat hadiah. Tapi yang penting kamu kan sudah berusaha… bikin lagi aja yuk!”
  3. Menentukan batas perilaku dan membantu pemecahan masalah. Anak perlu memahami bahwa yang salah bukanlah apa yang dirasakannya tapi apa yang dilakukannya. Misalnya ”Aldi boleh marah, tapi tidak perlu membanting pintu” ada penjelasan, solusi dan konsekuensi yang disepakati dan dilakukan secara konsisten
  4. Memberikan contoh. Anak boleh melihat orangtuanya juga mengalami emosi dan berusaha mengatasinya
  5. Menggunakan kalimat positif. Hindari larangan, ancaman, celaan.

Demikian beberapa tips yang bisa dilakukan. Semakin dini dilakukan semakin baik, tapi tidak ada kata terlambat untuk mencoba.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *