Sebenarnya “Down syndrome” dikenal sejak tahun 1866 dan ditemukan oleh Dr Langdon Down (Inggris) tetapi baru diketahui awal tahun 60-an setelah didiagnosis secara pasti melalui pemeriksaan kromosom. Dahulu, “Down syndrome” dikenal dengan nama “Mongoloid” karena penderitanya mempunyai gejala klinik yang khas. Yaitu wajah mirip Bangsa Mongol dengan mata sipit membujur ke atas. Tetapi, karena penyakit ini bisa ditemui di seluruh penjuru dunia, pemerintah Mongolia menganggap kurang etis akan pemberian nama tersebut dan menganjurkan untuk mengganti nama menjadi down syndrome.
Penyebab down syndrome adalah kelainan genetis. Yaitu adanya sebagian atau keseluruhan kromosom 21 (trisomy 21). Meskipun down syndrome didapat karena bahan turunan/ materi genetis, tetapi ini bukan penyakit keturunan (diwariskan).
Ciri-ciri dari down syndrome adalah sebagai berikut:
1. Wajah khas dengan mata sipit yang membujur ke atas.
2. Jarak ke-2 mata berjauhan dengan jembatan hidung yang rata.
3. Mulut kecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan.
4. Telinga kecil dan letak rendah.
5. Tangan dengan telapak yang pendek dan biasanya mempunyai rajah tangan yang melintang lurus (horizontal/ tidak membentuk huruf M).
6. Jari-jari pendek dan jari ke-5 sangat pendek, hanya mempunyai 2 ruas & cenderung melengkung.
7. Tubuh pendek dan cenderung gemuk.
8. Cacat mental dan kepekaan yang tinggi pada leukemia.
9. Menampakkan wajah bodoh dan reaksi lamban.
10. IQ rendah (keterbelakangan mental dengan IQ antara 50-70, tetapi jika diberi stimulasi/ latihan IQ bisa mencapai 90).
11. Pigmentasi rambut dan kulit tidak sempurna.
Angka munculnya anak dengan down syndrome ini meningkat jelas pada wanita yang melahirkan setelah berusia 35 tahun. Jadi, untuk wanita yang akan melahirkan pada usia tersebut sebaiknya waspada akan kemungkinan ini.
Secara medis, tidak ada pengobatan untuk penderita ini karena cacatnya pada sel benih yang dibawa dari dalam kandungan. Tetapi sebagai orangtua bisa memberikan kasih sayang yang besar dalam membentuk watak anak selama masa perkembangan anak. Beberapa stimulasi pengembangan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut:
a. Program masa kanak-kanak awal: Ditekankan pada perkembangan bahasa dan konsep yang dilakukan oleh orangtua dibantu profesional.
b. Program masa transisi: Menyiapkan anak memasuki kehidupan bermasyarakat dan kalau memungkinkan dunia kerja. Caranya adalah dengan:
· Melatih anak untuk mengontrol emosi
· Anak diajarkan membedakan visual auditif, mengikuti perintah, mengembangkan bahasa, motorik kasar & halus, mengembangkan kemampuan bantu diri, keterampilan praakademik serta memfasilitasi interaksi antar kelompok
· Melatih kemandirian dengan melakukan aktivitas keseharian, seperti membuka baju, memakai sepatu, makan sendiri, dan sebagainya. Melatih keterampilan gerak, kemampuan mengenal warna dan bunyi.
Berikut beberapa orang yang berhasil mengasah bakatnya meskipun menyandang down syndrome.
Ø Michael Rosihan Yacub, seorang atlet berprestasi yang pernah mewakili Indonesia pada Special Olympic Internasional di Dublin, Irlandia pada tahun 2003.
Ø Reviera, seorang atlet renang yang pernah mendapat medali perunggu renang 100m gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra, Australia.
Ø Stephanie Handojo merupakan anak down syndrome pertama yang lulus SMP umum, 3 kali meraih medali emas pada perlombaan renang di SDSC (Singapore Disability Sport Council).
Ø Intan Sartika, pendiri Sekolah Dian Grahita (sekolah khusus penyandang down syndrome). Kemudian pada tahun 1999 membentuk ISDI (Ikatan Sindrom Down Indonesia).
Ø Ferdi Ramadhan, pada tahun 2008 mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di cabang lompat jauh tanpa awalan dan medali perak di cabang sepak bola dalam tim special Olympic Indonesia di ajang Special Olympic Australia National Junior Games 2008.
Ø Robbi Eko Raharja, seorang pemain keyboard.
(E/T&MK)