Demitia Budiningrum
Bicara tentang dapur, kebanyakan kita bicara tentang tempat memasak, tempat dihasilkannya makanan jadi. Nah, kalau sudah bicara tentang masak-memasak, tentu juga ada kompor atau alat lain untuk memasak,api, bahan bakar, dan barang panas. Orangtua akan mengatakan bahwa dapur berbahaya karena anak bisa terbakar, belum dapat menyalakan kompor sendiri, letak kompor tinggi, dll. Belum lagi jika ada minyak panas, air panas, wajan panas, panci panas, dsb. Orangtua khawatir anak memegang benda panas, dan kecipratan air atau minyak panas. Tentu tidak menyenangkan jika ini terjadi.
Dapur
dianggap berbahaya bagi anak, selain karena terkait dengan penggunaan
api dan banyak benda panas, juga dikarenakan banyak benda berbahaya di
dalamnya. Sebut saja pisau dengan berbagai ukuran, ulekan yang berat,
piring dan gelas kaca, ada di dapur. Orangtua khawatir pisau akan
melukai anak ataupun orang lain karena anak belum dapat menggunakan
pisau dengan benar. Ulekan yang berat dikhawatirkan menjatuhi anak.
Piring dan gelas kaca dikhawatirkan melukai anak jika jatuh dan pecah,
terutama jika anak mau ikut mencuci piring.
Hal
tersebut menjadi alasan bagi orangtua untuk melarang anak ikut ke
dapur. Ada satu alasan lagi yang juga sering digunakan orangtua untuk
melarang anak ke dapur. Alasan itu adalah: anak justru membuat kacau
jika ikut ’bantu-bantu’. Para orangtua mungkin pernah mengalami ketika
anak ikut membuat kue, tepungnya malah berantakan. Atau mengalami ketika
anak ikut memasak sayur, penampilan sayurnya jadi nggak karu-karuan.
Atau ketika anak minta bantu cuci piring, anak malah mainan air dan
sabun. Wah..wah…wah… kalau ini yang terjadi, semakin kecillah
kemungkinan anak boleh ikut nimbrung di dapur.
Sebenarnya,
apa benar dapur tempat yang harus dijauhi anak? Tidak adakah sesuatu
yang dapat dilakukan anak di dapur, yang berguna baginya? Sebenarnya,
ada banyak hal yang dapat dipelajari anak di dapur. Ini beberapa
diantaranya:
Mencuci piring. Anak dapat
belajar identifikasi benda yang dapat pecah dan tidak, melenturkan
jemari, latihan hati-hati, mengikuti aturan, sebab akibat (mengapa sabun
dicampur air bisa berbusa?), dsb.
Menyimpan
peralatan. Anak belajar mengklasifikasi berdasarkan jenis (kelompok
sendok, garpu, cangkir, mangkuk, dsb.), latihan hati-hati, konsentrasi,
ketelitian, berhitung konkret, membandingkan banyak-sedikit, dsb.
Memetik
sayur. Anak dapat belajar ukuran panjang-pendek, besar-kecil, sifat
benda (keras, kasar, halus, dsb.), identifikasi dan klasifikasi
berdasarkan warna, kandungan gizi, kedekatan dengan orangtua, dsb.
Mencuci
bahan masakan. Anak belajar sifat benda (cair, padat, mudah larut
dsb.), kebiasaan hidup bersih, kelenturan jemari, ketelitian,dsb.
Masih
banyak kegiatan yang dapat dilakukan anak di dapur. Yang pasti,
kegiatan tersebut menstimulasi seluruh aspek perkembangan anak.
Ternyata,
dapur juga dapat menjadi tempat belajar anak. Namun, dapur juga dapat
berbahaya. Nah, apa yang dapat orangtua lakukan agar dapur aman dan
dapat menjadi tempat belajar anak?
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan ketika anak ikut membantu di dapur, sehingga terhindar dari bahaya dan kekacauan:
1.Letakkan
benda-benda yang boleh digunakan anak pada tempat yang mudah dijangkau
anak, benda tajam di tempat yang jauh dari jangkauan anak, benda berat
di bagian bawah. Ini dilakukan untuk menghindari bahaya anak jatuh
karena harus memanjat untuk mengambil sesuatu dan tertimpa atau
kejatuhan benda berbahaya.
2.Beri
penjelasan apa saja yang dapat membahayakan, sertakan alasan dan akibat
jika sembarangan. Misalnya: kompor dengan api menyala, saat sedang
memasak atau menggoreng, alat masak yang baru diangkat dari kompor
menyala, pisau, dsb.
3.Buat kesepakatan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di dapur. Misalnya: boleh
mencuci sayuran, boleh mencuci benda-benda yang tidak dibuat dari kaca
dan cukup ringan, boleh melihat orangtua menggoreng dari tempat yang
cukup jauh, tidak boleh menyalakan dan mematikan kompor sendiri, tidak
boleh memegang wajan panas, ikut bantu membereskan, dsb.
4.Beri
kesempatan anak bereksplorasi sesuai kemampuannya. Artinya, anak boleh
mencoba berbagai cara yang aman ketika mengerjakan sesuatu. Biarkan anak
bermain-main dengan busa sabun, memetik sayuran dengan caranya, dsb.
Orangtua lebih banyak menjaga anak agar tetap sesuai kesepakatan dan
terhindar dari bahaya. Yang terpenting bukan penampilan masakan,
melainkan apa yang dipelajari anak.
5.Beri
pujian atau dukungan ketika anak berhasil melakukan sesuatu. Hal ini
akan meningkatkan rasa percaya diri anak dan mendorongnya untuk berbuat
lebih baik lagi.
Uraian di atas
menunjukkan bahwa dapur juga dapat menjadi tempat belajar bagi anak.
Ternyata, anak tidak hanya belajar di sekolah. Lebih dari itu, anak
belajar banyak di rumah.