Anak Susah Makan? Membentuk Pola Makan yang Sehat pada Anak Usia Dini

Oleh: Nurul Jamilah, S. Gz

5 tahun pertama kehidupan adalah masa-masa dimana anak bertumbuh dan berkembang dengan cepat. Pada masa ini, penanaman pola makan yang tepat akan menjadi dasar berkembangnya pola makan yang baik di tahapan selanjutnya. Pada masa ini anak belajar apa yang dimakan, kapan harus makan, seberapa, dan bagaimana kegiatan makan dengan mengadopsi praktek, nilai, dan budaya makan pada keluarga.

Pembentukan pola makan anak usia dini dimulai sejak masa kandungan, karena cairan amniotik yang mengelilingi janin kaya dengan paparan sensori. Rasa serta bau cairan amniotik dipengaruhi oleh apa yang ibu makan, sehingga janin menjadi familiar dengan rasa dan bau makanan yang dimakan oleh ibu. Semakin familiar, anak akan semakin mudah menerima makanan tersebut untuk dimakan. 

Menolak makanan yang belum pernah dicoba atau food neophobia, atau memilih-milih makanan sering menjadi keluhan utama orang tua yang memiliki anak usia dini terkait pola makan. Permasalahan ini sebenarnya wajar terjadi pada anak usia dini, karena pada usia itu, anak masih lebih banyak digerakkan oleh instingnya. Manusia terlahir dengan insting untuk cenderung lebih memilih makanan yang manis dan gurih karena makanan yang manis dan gurih mengandung padat energi dan memiliki efek yang lebih menyenangkan. Sementara rasa pahit dan asam dianggap sebagai “ancaman” karena dianggap makanan yang mengandung racun bagi tubuh. Preferensi rasa ini tidak dipelajari, dan merupakan evolusi dari mekanisme pertahanan diri manusia.

Lingkungan dan Dukungan yang membentuk Pola Makan

Selain melalui predisposisi genetik yang tidak dipelajari, pola makan anak juga dibentuk pada tahun-tahun awal kehidupannya melalui proses belajar. Orang dewasa di sekitar anak, terutama orang tua, tentunya memegang peranan penting dalam pembentukan pola makan anak pada masa usia dini. Kuncinya adalah kesabaran dan ketelatenan orang tua dan keluarga dalam mengenalkan berbagai rasa makanan agar anak familiar.

1. Yuk, makan bersama!

Anak mempelajari kegiatan makan melalui pengalaman langsung dan mengobservasi bagaimana orang disekitarnya makan. Orang tua merupakan model pertama dan utama belajar makan. Jika menginginkan anak makan makanan sehat, maka orang tua dan orang dewasa lain yang berada di sekitar anak sebaiknya memulai dengan makan makanan sehat terlebih dahulu. Selalu manfaatkan waktu makan dengan kegiatan makan bersama keluarga di rumah, dan memakan makanan yang sama. Membiasakan makan makanan yang sama dengan keluarga dapat membantu mencegahi picky eater atau memilih-milih makanan pada anak.

Kegiatan makan bersama dapat menjadi kesempatan bagi orang tua untuk mengenalkan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga, dan makanan lokal setempat. Mengenalkan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga dan makanan lokal setempat sangat dianjurkan organisasi kesehatan dunia karena dapat mengurangi kemungkinan menjadi picky eater (suka pilih-pilih makanan).

Sekolah juga dapat mendukung pembentukan pola makan yang sehat pada anak usia dini. Saat kegiatan makan bersama, anak juga mengamati perilaku teman sebaya dan guru di sekolah. Anak lebih terbuka untuk mencoba makan sayur saat kegiatan makan bersama di sekolah karena melihat teman-teman dan gurunya mencoba untuk memakannya juga.

2. Ciptakan Suasana Makan yang Menyenangkan

Pemberian makan merupakan bagian tak terpisahkan dari pengasuhan. Pola makan anak akan berkembang dan anak akan memutuskan untuk menyukai atau tidak menyukai makanan melalui paparan rasa makanan, dan mengasosiasikan rasa makanan dengan konteks sosialnya. Oleh karena itu, menciptakan suasana makan yang menyenangkan, tanpa ada paksaan untuk mencoba makanan tertentu, ancaman, dan pembatasan akan membantu anak untuk mau mencoba makanannya.

Orang tua perlu pengasuhan yang responsif, sehingga gaya pemberian makan yang digunakan autoritatif. Orang tua dengan gaya pemberian makan yang autoritatif akan mendorong anak makan dengan suportif, tanpa memberikan tekanan dan pembatasan.

Suportif: memberi pengertian tentang manfaat makanan yang dimakan dan memuji proses makan anak.
Tekanan: “Kamu harus makan brokoli sekarang juga!”
Pembatasan: “Kamu tidak boleh makan snack ini!”

Pada gaya pemberian makan autoritatif, orang tua tetap mendorong agar anak mau makan, tapi juga tanggap dengan kebutuhan anak. Misalnya, saat melihat anak mulai malas-malasan dan mengantuk saat makan, orang tua bisa mendorong anak untuk makan dengan porsi yang lebih sedikit lalu tidur, dan menawarkan untuk makan lagi setelah bangun. Dengan demikian, anak tidak hanya mengerti apa yang dimakan, tapi juga kapan dan bagaimana cara makan yang baik.

Gaya pemberian makan ini juga membantu orang tua dan pengasuh mengenali karakteristik dan cara makan anaknya, sehingga anak lebih merasa dihargai selera makannya. Perlu diingat bahwa setiap anak itu unik, bahkan (untuk) selera makannya.

3. Akses dan Ketersediaan makanan

Sediakan hanya makanan sehat di rumah dalam jumlah yang cukup, dan permudah aksesnya dengan meletakkannya sesuai jangkauan anak. Misalnya, jika ingin anak suka makan buah, letakkan buah di tempat yang bisa diambil sendiri oleh anak. Selalu ingat untuk meletakkan air putih/ botol berisi air putih dalam jangkauan anak agar anak dapat memenuhi kebutuhan cairannya saat haus.

4. Menyadari kecenderungan makan manusia (baca: anak)

Terlahir sebagai manusia berarti terlahir dengan kecenderungan lebih menyukai makanan dengan rasa yang menyenangkan (manis, gurih) dibanding rasa asam dan pahit. Hal ini tidak dipelajari karena muncul secara alamiah. Oleh karenanya manusia mencari makanan dengan rasa manis dan gurih yang merupakan pertanda bahwa makanan tersebut padat energi dan dibutuhkan oleh tubuh. Sementara rasa pahit dan asam dipersepsi sebagai tanda bahwa makanan tersebut mengandung racun. Kecenderungan alamiah dalam memilih rasa tersebut yang kemudian membuat anak seringkali menolak sayur dan buah-buahan.

Oleh karenanya, sangat wajar jika anak menolak makanan yang belum pernah dia makan sebagai mekanisme pertahanan diri. Orang dewasa perlu mendorong anak untuk mencoba, karena preferensi berbagai rasa dan tekstur makanan akan muncul dengan pengalaman langsung. Menurut penelitian, orang tua bisa menawarkan 10 kali atau lebih makanan yang belum dikenal anak hingga akhirnya anak benar-benar mau mencoba. Yang perlu diingat, kita perlu menghargai proses anak. Berikan apresiasi pada proses anak dengan pujian tulus, dan hindari memberikan hadiah/sogokan dengan makanan lain, apalagi kalau makanannya rasanya manis dan gurih. Mencoba adalah bagian dari proses anak, walaupun mungkin anak belum langsung menyukai atau tidak menyukainya. 

5. BERI KESEMPATAN!

Pengasuhan yang berpusat pada anak adalah pengasuhan yang memberikan kesempatan untuk anak untuk mencoba dan mengeksplorasi. Berikan kesempatan pada anak untuk menyiapkan makanan sendiri, menyuap makanan sendiri, dan membereskannya kembali.

Mengenalkan anak pada kegiatan makan sendiri dapat dimulai pada masa MPASI, yaitu saat anak mulai mampu duduk dan menggenggam finger food. Finger food adalah makanan yang mudah digigit, dikunyah, dan dipegang sendiri oleh anak. Dengan demikian, anak dapat belajar cara makan yang baik dan benar sesuai budaya setempat dan dapat melatih anak untuk mengatur sendiri kapan dirinya butuh makan, dan kapan harus berhenti.

Memberi kesempatan pada anak untuk makan sendiri juga berarti menstimulasi perkembangan motorik (duduk, koordinasi tangan), sosial emosi (kesabaran, kemandirian, tanggungjawab), dan fokus anak.

Menyikapi Permasalahan Makan

Pembentukan pola makan pada anak usia dini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga akan sangat bijak jika masalah makan yang terjadi pada anak disikapi dengan mencaritahu akar permasalahan agar penanganannya dapat lebih tepat. Orang tua hendaknya tidak perlu terburu-buru memberikan makanan yang manis dan asin, apalagi yang tidak sehat untuk gratifikasi agar anak mau makan. Pemberian susu untuk menggantikan nutrisi dari makanan juga kurang tepat, karena hanya akan mengganggu pola makan. Edukasi mengenai pentingnya makan makanan yang variatif perlu dilakukan orang tua di rumah dan guru di sekolah agar anak mengenal makanan sehat. Jika masalah makan dirasa meresahkan, orang tua dapat menemui ahli untuk berkonsultasi dan menemukan penyebabnya.

Selalu ingat tujuan pembentukan pola makan anak, yaitu agar anak dapat tumbuh lebih sehat dan bugar dengan mencintai dan lebih memilih makan sehat. Pola makan yang baik akan membuat anak memakan apapun yang Bunda masak tanpa pilih-pilih. Dan mengerti kapan tubuh butuh makan dan kapan tubuh merasa cukup, merupakan ciri terbentuknya pola makan yang baik pada anak. Jadikan ini sebagai cita-cita jangka panjang, karena tentu membutuhkan proses yang tidak sebentar. Dengan menyadari dan mengupayakan hal ini, kita dapat memenuhi hak anak dengan memenuhi kecukupan gizinya sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan optimal. 

Daftar Bacaan

Savage, J.S., Fisher, J.O., & Birch, L.L. Parental Influence on Eating Behavior : Conception to Adolescence. The Journal of Law, Medicine, & Ethics 2007;35:p22

Birch LL. Effects of Peer Models’ Food Choices and Eating Behaviors on Preschoolers’ Food Preference. Child Development 1980; 51: 489–496.

WHO & UNICEF. Weaning : From Breast Milk to Family Food. 1988

Vollmer, R.L. Parental feeding style changes the relationships between childrenʼs food preferences and food parenting practices: The case for comprehensive food parenting interventions by pediatric healthcare professionals. 2018. J Spec Pediatr Nurs. 2019;e12230. https://doi.org/10.1111/jspn.12230

Hughes S. O., Power T. G., Fisher J. O., Mueller S., Nicklas T. A. (2005). Revisiting a neglected construct: parenting styles in a child-feeding context. Appetite 44, 83–92. 10.1016/j.appet.2004.08.007

Hearn M, Baranowski T, Baranowski J, Doyle C, Smith M, Lin LS, Resnicow K. Environmental Influences on Dietary Behavior among Children: Availability and Accessibility of Fruits and

Vegetables Enable Consumption. Journal of Health Education 1998;29(1):26–32.

Shewchuk R. The Role of Availability as a Moderator of Family Fruit and Vegetable Consumption. Health Education and Behavior 2000;27(4):471–482. [PubMed: 10929754]

Cowart BJ. Development of Taste Perception in Humans: Sensitivity and Preference throughout the Life Span. Psychological Bulletin 1981;90(1):43–73. [PubMed: 7267897]Birch LL, McPhee L, Shoba BC, Pirok E, Steinberg L. What Kind of Exposure Reduces Children’s Food Neophobia?

Appetite 1987;9:171–178. [PubMed: 3435134] see Sullivan, supra note 31

Savage, J.S., Fisher, J.O., & Birch, L.L (2007). Parental Influence on Eating Behavior : Conception to Adolescence. The Journal of Law, Medicine, & Ethics

1 thought on “Anak Susah Makan? Membentuk Pola Makan yang Sehat pada Anak Usia Dini”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *