Belajar dari Rumah (BdR) yang ‘Berpusat pada Anak’: Penerapannya di Lab School Rumah Citta

Ditulis oleh: Bondan Sangaji Sugita, S. Pd

Tidak hanya di Indonesia, persebaran Virus Covid 19 memaksa banyak negara melakukan penyesuaian dalam segala bidang. Mulai dari kesehatan, ekonomi, politik sampai pada bidang pendidikan, seperti penyesuaian yang diambil oleh Pemerintah Indonesia. Dalam upaya physical distancing atau menjaga jarak aman, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan Belajar dari Rumah atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Belajar dari Rumah dimaksudkan untuk mengurangi kontak langsung antara peserta didik maupun pendidik sehingga harapannya dapat memutus persebaran virus Covid 19.

Belajar dari Rumah dapat dikatakan sebagai solusi yang baik karena peserta didik otomatis akan berkegiatan di rumah sehingga mengurangi kontak dengan orang lain. Namun, banyak sekali tantangan yang muncul atas kebijakan ini. Tidak hanya pada pihak sekolah atau pendidik, tetapi juga pada peserta didik bahkan orang tua dari peserta didik itu sendiri. Banyak keluhan yang muncul baik dari peserta didik maupun orang tua, bahkan ada juga yang sampai menginginkan untuk kembali melakukan pembelajaran secara langsung disekolah. Inilah yang menjadi salah satu tantangan baru untuk sekolah khususnya pendidik untuk kembali melakukan penyesuaian ulang terhadap pembelajaran yang dilakukan.

Pada situasi seperti ini, sekolah dan pendidik perlu mengupayakan adanya solusi yang tepat dengan melibatkan peserta didik maupun orang tua dalam melakukan ‘penyesuaian bersama’ terhadap kegiatan pembelajaran. Lalu pertanyaannya, “Mengapa sekolah dan guru perlu melibatkan peserta didik dan orang tua untuk melakukan ‘penyesuaian bersama’ pada kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan?”

keberpusatan pada anak

Secara singkat, jawaban dasar atas pertanyaan tersebut adalah karena peserta didik merupakan subjek sekaligus pusat dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Atau dapat kita katakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak/siswa. Akan tetapi, dimasa pandemi seperti ini keberpusatan pada anak pun tidaklah cukup. Perlu adanya kerja sama lebih antara orang tua dengan pendidik maupun pihak sekolah dalam proses pembelajaran. Terutama karena kini orang tua adalah fasilitator utama yang menggantikan pendidik (dalam konteks sekolah) sehingga komunikasi aktif harus selalu terjalin.

Menengok praktek di Lab School Rumah Citta selama ini, proses pembelajaran selalu mempertimbangkan perkembangan, kebutuhan, keamanan, dan kenyamanan anak. Tidak hanya dalam pembelajaran tatap muka atau offline, Belajar dari Rumah pun sebisa mungkin mempertimbangkan hal-hal tersebut. Memang banyak sekali yang harus disesuaikan, mulai dari komunikasi, materi, metode mengajar, sampai pada pilihan media yang digunakan.

Media pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam proses Belajar dari Rumah. Oleh karenanya, pemilihan media haruslah mempertimbangkan perkembangan, kebutuhan, keamanan dan kenyamanan anak. Seperti yang kita ketahui, anak memiliki tingkat perkembangan dan kebutuhan yang berbeda-beda meski dalam usia yang sama. Ada anak yang bisa fokus dengan berbagai situasi, ada anak yang durasi fokusnya pendek, ada juga anak yang hanya bisa fokus jika suasana tenang, dan sebagainya. Selainfaktor perkembangan dan kebutuhan, ada juga faktor kenyamanan anak yang perlu diperhatikan ketika mengikuti pembelajaran. Ada yang nyaman-nyaman saja menatap layar yang lebar tetapi ada juga anak yang merasa cepat lelah ketika menatap layar yang lebar, layar digital, dalam durasi yang panjang.

Salah satunya adalah yang terjadi di kelas “Ragil”, sebutan untuk kelas 1 dan 2 SD Rumah Citta. Diawal semester, pendidik atau biasa disebut edukator, mencoba menggunakan beberapa variasi media dalam penyampaian materi belajar. Hal tersebut dimaksudkan agar edukator ataupun teman kecil (sebutan untuk peserta didik) dapat merasakan secara langsung media apa yang relatif cocok untuk digunakan bersama. Dari hasil observasi dan diskusi dengan teman kecil, akhirnya disepakati media Zoom dan Video Call WhatsApp yang terpilih. Pelibatan teman kecil dalam memilih media ini merupakan salah satu cara untuk mengajak mereka mengenali kebutuhannya. Tidak berhenti disitu, selain diberi kebebasan menentukan media, teman-teman kecil juga diajak memilih waktu yang paling sesuai dengan kebutuhannya.

Nah, selain pemilihan media, ada hal-hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Diantaranya, materi dan metode mengajar, serta cara edukator/guru dalam berkomunikasi dengan peserta didik, yang sebaiknya sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak. Misal pada awal kegiatan belajar mengajar, peserta didik Kelas Ragil diberi kesempatan untuk saling menyapa. Saling bercerita dan saling bercanda. Ya, ini merupakan kesempatan mereka untuk bertemu dan melepas rindu dengan teman sekelasnya. Tak jarang, terselip obrolan-obrolan asyik diluar materi pelajaran.

“Mas Yoga, bapangan-ku baru, lho. Kemarin habis aku coba.”

Peserta didik Sekolah Rumah Citta menyebut Bapak/Ibu Guru dengan sebutan Mas/Mbak. Bapangan adalah layang-layang yang berukuran sangat besar, seringkali dilengkapi dengan berbagai hiasan.

“Iya, Toni, aku juga punya bapangan, ” anak lain menimpali.

“Kalau punyaku sudah robek karena kena hujan,” komentar teman yang lain.

“Kalau punyaku dari plastik jadi nggak bisa sobek kalau hujan,” tanggapan lainnya lagi.

Obrolan-obrolan santai diluar materi sering menghiasi setiap penyampaian materi belajar. Tapi tidak apa-apa. Edukator menyadari itu, memberikan waktu beberapa menit untuk menyelesaikan obrolan, sebelum kembali membahas pelajaran. Malah terkadang, obrolan tersebut dimanfaatkan edukator untuk ‘masuk’ dan menjelaskan materi.

Setelah materi cukup, kegiatan berlanjut pada penyampaian kegiatan atau tugas. Penyampaian tugas pun divariasikan dengan gaya belajar atau perkembangan anak. Penyampaian tugas bisa berupa teks bacaan, suara ataupun gambar. Selain itu, tugas yang diberikan diusahakan selalu melibatkan sesuatu yang dekat dengan keseharian peserta didik. Misalnya pada hari Kamis, 24 September 2020, peserta didik diajak mengeksplorasi lingkungan rumah mereka. Mereka diajak menuliskan benda-benda yang bisa menggunakan huruf kapital. Benda bisa merupakan barang favorit, barang yang sering digunakan, bahkan barang-barang yang mungkin belum mereka kenal. Menarik sekali, mereka jadi bisa belajar dari apa yang ada di lingkungannya dan mungkin dari apa yang mereka senangi.

Terlepas dari semua hal di atas, seperti yang diungkapkan Mas Hardiansyah Yoga (Edukator Kelas Ragil), selain melibatkan anak dalam menentukan proses belajarnya, keterlibatan orang tua juga memegang peranan penting. Karena dalam sistem Belajar dari Rumah, orang tualah yang sekarang menjadi fasilitator. Komunikasi aktif perlu dijalin terus menerus tidak hanya saat ada permasalahan atau tantangan. Dan salah satu yang mendasar adalah, menyamakan pemahamanan akan pendekatan ‘keberpusatan pada anak’ antara orang tua, guru, dan sekolah sehingga apa yang sudah dimulai di sekolah juga dikuatkan di rumah. (MK -14/10/2020)

1 thought on “Belajar dari Rumah (BdR) yang ‘Berpusat pada Anak’: Penerapannya di Lab School Rumah Citta”

  1. Nindyah Rengganis

    Terima kasih untuk liputan dan tulisannya, Mas Bondan. Menggambarkan pelibatan anak (teman kecil) dalam seluruh proses belajar di SD Rumaj Citta.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *