Dimuat di Buletin RC
Ardhian Heveanthara
“Sebenarnya acara TV adalah sebuah alat pengumpan agar pemirsa melihat tayangan iklan”
Benarkah begitu?
Mungkin kalimat diatas masih bisa dibantah dan diperdebatka, tapi pada kenyataannya yang tidak dapat dibantah adalah bahwa stasiun TV saat ini lahir bukan sebagai corong penyebar informasi pembangunan dan kemerdekaan seperti misi awal kelahiran TVRI puluhan tahun lalu. Stasiun TV sekarang adalah suatu industri dan industri adalah bentuk alat ekonomi untuk meraih keuntungan, dan keuntungan terbesar stasiun TV adalah fee dari iklan, maka acara TV dibuat selalu mempertimbangkan potensi dan hitung-hitungan mengenai seberapa besar peluang para pengiklan akan tertarik. Jadi orientasi utama acara TV bukanlah pemirsa tapi iklan. Perhatikan saja materi iklan TV yang selalu melebihkan sesuatu, bombastis, hiperbolik, dibesarbesarkan dan dikemas sangat manis hingga jangankan anak-anak, orang dewasa pun menjadi mudah terhipnotis untuk membeli produknya. Sebagian amat besar dari iklan di TV tidak mendidik dan tidak menunjukkan kenyataan,
Maka : lindungi anak-anak dari Iklan TV.
Mengapa anak-anak?
Anak-anak adalah kelompok tebesar dan paling potensial sebagai sasaran pemasaran. Anak-anak selalu melakukan sesuatu berdasarkan kesenaggan dan kenyamanan dan TV selalu bisa menyediakannya. Tapi sayangnya anak-anak belum dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata dan TV lah benda yang bisa menghadirka sesuatu yang tidak nyata menjadi tampak nyata. Karena prinsip dasar itulah maka TV menjadi media paling efektif untuk memngiklankan produk.
Lalu apa pengaruhnya terhadap anak?
Perilaku Konsumtif
Anak-anak bisa menanggap iklan sebagai kenyataan, ujung-ujungnya anak anaka akan meminta dibelikan produk itu. agar dia bisa menjadi seperti apa yang ada dalam iklan, ambil contoh mengenai iklkan obat yang sekali minum saja langsung sembuh, lalu ada anak yang hanya dengan makan biskuit saja bisa melompa tinggi, anak akan tertarik minta dibelikan, dan jika terus menerus dituruti bukannya puas tapi akan semakin penasaran, beli, beli dan beli, suatu pembelian yang mungkin sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ini bukan masalah apakahh kita memang memiliki kemampuan financial yang bisa selalu menuruti keinginan anak dan bisa membeli apapun, tapi ini adalah maslah pembentukan karakter dan pola pikir anak.
Kesehatan
Anak selalu tertarik dengan makanan, sayangnya sebaguian besar iklan di TV yang ditujukan untu anak- anak adalah iklan makanan lebih spesifik lagi snack dan mie instan, dan makana-makanan ringan seperti itu mengandung MSG, bahan pengawet dll yang membahayakan otak dan pembuluh darah anak yang masih lemah. Belum lagi resiko obesitas, terutama anak yang jarang bermain diluar dan hanya main game dan nonton TV.
Pola pikir
Iklan TV bisa mengacaukan pemahaman anak, apalagi jika orang tua kurang peka dan memahami apa yang sedang menjadi perhatian utama anak pada saat-saat tertentu dan pemahaman yang salah akan berpengaruh pada perilakunya, sikapnya dan daya juang serta kreativitas untuk mencapai sesuatu, untuk menyelesaikan masalah anak langsung tertuju pada produk. banyak iklan yang menggambarkan prestasi dan kemenangan dapat dicapai hanya karena makan biskuit, mengenakan sepatu merek tertentu, dll, belum lagi iklan yang menggambarkan bahwa hanya dengan makan permen saja sama dengan minum segelas susu. Anak-anak akan menyimpulkan bahwa permen bisa menggantikan susu.
Sikap dan perilaku serta cara bicara
Orientasi sosial
Karakteristik anak anak adalah pembelajar, perekam dan pemotret apa yang dilihatnyaa, lalu memproses dalam otaknya sesuai pemahaman dan definisi mereka sendiri, proses ini berjalan terus dalam waktu lama, dan sedikit demi sedikit pemahaman inilah yang akan membentuk karakter dan kepribadian anak. Pelan tapi pasti anak anak yang memproses informasi ini akan mendefinisikan atau mengartikan apa yang ditangkapnnya, hingga muncul pemahaman bahwa kebahagianaan dalam keluarga, keberhasilan, prestasi dan kemenangan serta harga diri diukur dengan kepemilikan dan penggunaan suatu produk.
Lalu harus bagaimana?
Ketrampilan menjadi konsumen yg cerdas
Ajak anak berdisukusi dan membahas maslah iklan yang mana yang baik dan mana yang bohong. Kaitkan ini dengan kenyataan sehari-hari yang pernah ditemui anak, dan ini jangan hanya dilakukan sesekali saja, tetapi harus dilakukan secara konsisten setiap saat, dan usahakan seluruh anggota keluarga harus ikut pula mengajak anak berdiskusi mengenai acara TV dan iklan TV.
Menabung
Kita bisa memanfaatkan rengekan anak yang meminta dibelikan sesuatu untuk mengajarinya mandiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri dengan menabung. Jika anak meminta dibelikan sesuatu maka tekankan anak agar mau menabung dan menyuisihkan uang sakunya. Bagi anak usia dini yang belum mengerti dan belum paham mengenai uang dapat dialihkan dengan cara memberinya alternatif memilih salah satu dari berbagai keinginannya dan harus dipahamkan kepada anak bahwa itupun tidak langsung dipenuhi, tapi menunggu sampai minggu depan misalnya. Konsep ini hampir sama dengan menabung, yaitu membiasakan mengendalikan keinginan dan melatih kesabaran.
Perhatikan pula kelompok pergaulan anak
kita jangan melupakan pula interaksi anak dengan teman-temannya, dalam suatu komunitas setiap manusia selalu berusaha mnegidentikkan dirinya dengan kelompoknya, apalagi kelompo itu dirasa nyaman bagi eksistensinya. Dalam setiap komunitas anak selalu terdapat isu atau sesuatu yang menjadi bahan ciri, seperti kebiasaan, kesukaan atau favorit, misalnya terhadap tokoh tertentu yang mendorong anak menonton acara itu, atau kebiasaan-kebiasaan lain akan diikutii oleh semua anggotanya, termasuk dalam kepemilikan sesuatu rata-rata anak tahu mana yang punya ini siapa yang punya itu siapa, dari sinilah pula sikap konsumtif itu berawal. Maka dengan melihat realita itu kita bisa berkompromi dengan orang tua-orang tua dari teman-teman dekat anak untuk membudayakan sesuatu yang baru dan lebigh bermanfaat sehingga satu kelompok anak kita tanpa sadar akan memiliki kebiasaan baru yang terarah, misalnya biasakan secara bersama-sama ke perpustakaan, biasakan menyaksikan video tentang ilmu pengetahuan dll, hal ini diharapkan dapat mengalihkan perhatian anak terhadap keinginan memiliki sesuatu berdasarkan iklan TV.
Ganti dengan video
Anak belum terlalu bisa membedakan mana siaran TV dan mana tayangan VCD/DVD, mungkin hanya sebaguian kecil saja yang sudah bisa membedakan. Dengan melihat kenyataan ini naka kita bisa memilihkna video-video bermuatan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang kita putar pada jam dimana anak biasa nonton TV.
Banyak solusi yang diambil orang tua untuk mengendalikan kebiasaan nonton TV dengan mematikan TV, menyembunyikan remote, mematikan volume, hal ini memang berhasil tapi tanpa diselingi dengan penjelasan, pedekatan persuatif, dan diskusi kecil maka cara paksa seperti ini hanya akan efektif sementara waktu saja dan malah menimbuilkan penasaran yang lebih besar dalam diri anak.
Menyalahkan dan menolak kemunculan iklan TV tentu bukanlah solusi bijak dan pada kenyataannya memang sangat mustahil, karena perkembangan dunia memang sedang mengarah ke sana, maka yang harus berubah adalah diri kita sendiri untuk lebih peka dan kreatif dalam melindungi keluarga kita, terlebih anak-anak dari pengaruh negatif TV.