Mainan dari limbah, mudah, murah, dan mendidik

Oleh Herlita Jayadianti, SIP (Koordinator Div. Media Kampanye ECCD-RC)

Ma..adik mau beli robot yang seperti di TV itu, teman-teman sudah punya semua lho mah..’’ Yang ini juga bagus ya ma, bonekanya bisa didandani, bajunya bisa ganti-ganti. Wow..keren banget, beliin ya ma..’’

Dialog itu terdengar secara tidak sengaja saat saya Tengah jalan-jalan di sebuah tempat perbelanjaan. Di tempat yang sama, tidak jauh dari tempat anak yang merengek minta dibelikan mainan favoritnya tadi, saya juga melihat seorang ibu yang bingung memilih-milih mainannya untuk anaknya. Mengajak anak masuk ke toko mainan atau pusat perbelanjaan memang sering bikin pusing. ‘’saya pusing nih, nyari mainan untuk anak saya yang berumur 3 tahun, ‘’keluh ibu yang saya jumpai tadi’’. Belum lagi anak-anak sering termakan iklan TV yang menjual produk-produk mainan anak yang canggih dan tentu saja mahal harganya. Dan percaya atau tidak, hamper semua kartun favorit anak-anak yang ditayangkan di TV menjual merchandise di toko mainan atau pusat perbelanjaan, baik dalam bentuk mainan atau asesoris lainnya yang tentu saja semakin mendorong anak untuk memiliki. Caranya? Bisa dengan merengek atau menangis. Dan pada situasi seperti ini, orangtua tanpa berpikir Panjang tentang manfaat mainan yang diminta sang anak, langsung rela merogoh isi kantong.

Hampir semua anak senang dengan mainan. Hal ini tidak salah karena anak usia dini sedang dalam tahap bermain. Tetapi yang perlu menjadi perhatian orangtua adalah tak perlu mainan yang mahal atau canggih untuk memenuhi kebutuhan anak akan mainannya. Yang penting, ia senang memainkan dan mainan itu melatih berbagai aspek penting yang diperlukan anak untuk perkembangannya. Orang tua sebaiknya pandai-pandai memilih mainan untuk anak apalagi anak usia dini dimana anak berada pada usia emas atau dalam perkembangan otak yang sangat pesat. Orangtua harus tahu persis, apakah mainan yang kita pilih (atau dipilih anak) memiliki manfaat. Yang sudah tersedia misalnya: panci bisa jadi gendang, sapu bisa jadi kuda-kudaan, sekop jadi kapal keruk atau yang lain sesuai imajinasi yang ingin dibangun anak. Untuk mainan yang dibuat sendiri, kitab isa memanfaatkan bahan-bahan limbah yang ada di Gudang loh, seperti kardus, botol plastik, kain perca, gelas plastik, plastik kresek, koran, atau bahan limbah lainnya. Contohnya : botol plastik, kaleng bekas,kardus bekas bisa dibuat menjadi alat musik. Jika kita mau kreatif, mainan yang kita buat bisa lebih seru dan lebih menarik dari yang dijual di toko, karena kitab isa mengekspresikan apa yang kita mau. Mainan juga bisa dibuat untuk menstimulasi kecerdasan jamak. Yuk kita lihat sekitar kita, pasti banyak yang bisa kita jadikan sumber belajar bagi anak.

Anak terlibat, keterlibatan anak bisa dari awal, dari mengumpulkan bahan, mencari ide sampai proses pembuatan dan tentu saja sampai memainkannya. Coba kita lihat mainan pabrik, keterlibatan anak sangat kecil paling ketika memilih toko dan memainkannya. Padahal yang mahal itu prosesnya loh. Ketika anak terlibat banyak sekali yang bisa diperoleh. Nah makanya kenapa alat permainan yang dibuat sendiri haruslah sederhana dan mudah dibuat. Kalau rumit dan susah, akhirnya orangtua juga yang membuat dan anak tinggal memainkan. Kalau ini yang terjadi maka tidak ada bedanya dengan mainan yang dibuat pabrik atau yang kita beli di toko. Sekali lagi yuk biarkan anak yang membuat dan orangtua memposisikan diri sebagai fasilitator dan pendamping. Hasil akhirnya seperti apa tidak masalah yang penting prosesnya.

Karena anak terlibat, maka ada nilai pendidikan/ edukasi yang dipalajari anak seperti, belajar mengerjakan sesuatu sampai selesai dan belajar untuk mandiri. Harga lebih murah karena kita hanya memanfatkan limbah yang ada di sekitar kita sepeti, kardus, botol plastik, gelas plastik, kain perca bekas dan lainnya. Dapat disesuaikan dengan perkembangan anak. Buatlah mainan yang bisa membantu menstumulasi dan merangsang perkembangan bahasa anak. Saat membuat bersama orangtua pasti anak dialog/ ada komunikasi demikian juga ketika selesai lalu dimainkan. Orangtua dituntut harus selalu mencari ide-ide baru. Jika sekarang kardusnya sudah jadi mobil besok jadi apa?

Mendidik anak sejak dini untuk peduli lingkungan lewat pemanfaatan limbah. Penyelamatan lingkungan bisa dilakukan melalui prinsip 3 R: Reduce: mengurangi/menghemat, Reuse: pakai kembali, Recycle: daur ulang.

Harian Jogja, 24 Agustus 2008

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *