Oleh Hasanah Safriyani
Orangtua ingin memilihkan Pendidikan yang terbaik untuk anaknya, sekolah, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau day care yang tepat menjadi solusi yang sering dicari. Namun kita seringkali lupa, bahwa pada akhirny sebagus apapun taman penitipan anak, tanggungjawab terbesar mengenai pengasuhan anak tetaplah ada pada orangtua. Nah, karena tanggungjawab pengasuhan dan Pendidikan tetap berada di tangan orangtua, maka dapat dikatakan bahwa orangtua adalah pendidik juga. Dibawah ini beberapa hal yang perlu disadari oleh para orangtua.
Sekolah bukan bengkel. Meskipun kita merasa sudah menitipkan anak disekolah yang tepat, sekolah tidak bisa ‘mendandani’ anak sepenuhnya. Sekolah hanya memfasilitasi sementara hasil akhir ditentukan oleh interaksi anak dengan lingkungannya, disekolah maupun di rumah. Maka jika orangtua merasa anak tidak menunjukkan kemajuan, sebaiknya bukan langsung menyalahkan sekolah, tapi mengoreksi diri juga apakah selama ini pola Pendidikan yang dilakukan dirumah sudah tepat.
Waktu anak lebih banyak dirumah. Anak yang dititipkan rata-rata menghabiskan waktu 8 jam sehari di sekolah. Sisanya adalah dirumah. Kegiatan mandi, makan malam, dan persiapan berangkat pagi merupakan waktu yang sarat dengan muatan Pendidikan. Kedisiplinan, kemandirian, tanggungjawab, ketangkasan, kemampuan berbahasa, komunikasi, nilai-nilai, dan banyak lagi hal lain yang bisa dibangun saat anak berada dirumah.
Rumah dan sekolah merupakan kesatuan yang berkesinambungan. Bagaimanapun hasilnya pembelajaran di sekolah, jika dirumah tidak ditindaklanjuti maka tidak akan terserap atau terinternalisasi dengan baik kedalam diri anak. Jika di sekolah anak sudah bisa makan sendiri, maka sebaiknya pola Pendidikan dirumah juga mendukung anak untuk makan sendiri sehingga kemampuan bantu diri (self help skill) anak berkembang dengan baik. Dirumah anak perlu diberi kesempatan melakukan pengembangan setiap keterampilan baru yang didapatnya di sekolah. Juga untuk kegiatan-kegiatan yang anak disekolah belum cukup terampil, dirumah bisa diberi kesempatan untuk melatih dirinya.
Guru, orangtua dan anak adalah satu tim. Agar program untuk anak bisa kesinambungan, maka semua pihak termasuk anak sendiri harus bekerja sama. Orangtua senantiasa menginformasikan kondisi dan perkembangan anak kepada guru, guru juga tidak alpa menginformasikan apa saja yang dilakukan anak di sekolah. Karena anak adalah subjek, maka anak sendiri harus terlibat dalam proses ini. Anak dilibatkan dalam membuat kesepakatan-kesepakatan demi untuk kebaikan dirinya. Misalnya, anak dan orangtua bersepakat, boleh nonton tv hanya sampai jam7. Setelah itu bermain bersama orangtua. Nah, kegiatan bermain ini bisa diisi dengan bernyanyi bersama, menempel, tebak kartu, atau apapun yang kitab isa lakukan dan anak suka.
Selamat menjadi guru di rumah!
Harian Jogja, 12 Juli 2009