Oleh Ardhian Heveanthara (Staff Media Kampanye ECCD-RC)
Orangtua tentu tidak akan setiap waktu berada di dekat anaknya dan mengawasinya terus menerus, apalagi jika anak sudah memiliki banyak teman dan mulai berani bermain jauh dari rumah. Pada fase inilah mau tidak mau orangtua harus mempertaruhkan tanggung jawab perlindungan anaknya kepada diri anak sendiri. Sayangnya tidak semua anak bisa bertanggung jawab penuh terhadap dirinya. Anak yang kurang terbuka dalam berkomunikasi dengan orangtua memiliki risiko keselamatan yang lebih besar dan kemampuan menjaga diri yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang terbiasa menceritakan berbagai kegiatannya kepada orangtua. Contohnya ketika anak diajak teman-temannya bermain di sungai, memanjat pohon, bermain petasan, melihat film atau internet, maupun kegiatan-kegiatan berisiko lainnya. Setelah melakukan itu hamper bisa dipastikan kebanyakan anak akan merahasiakan apa yang telah dilakukannya karena takut langsung dimarahi dan khawatir akan dilarang bermain lagi bersama teman-temannya.
Inilah yang menjadikan keselamatan anak terancam karena orangtua jadi tidak tahu apa telah dilakukan anaknya sepanjang hari, akibatnya orangtua tidak bisa memberikan masukan-masukan atau antipasti dan tindakan pencegahan. Untuk memulai keterbukaan pada anak sebagai orang tua harus memulai dari diri sendiri terlebih dahulu dengan membiasakan beberapa hal mendasar berikut:
- Hargai pendapat anak, sekalipun pendapatnya salah tetapi yang penting terima saja dan hargai dulu, baru perlahan-lahan diluruskan. Jangan sampai anak kehilangan kepercayaan diri dan jadi minder ketika ingin mengungkapkan pendapatnya.
- Menjadi pendengar yang baik, ini adalah rangkaian dan sikap menghargai pendapat anak di atas, sebagai pendengar yang baik harus mampu memberikan respon yang tepat dan sesuai dengan apa yang sedang diceritakan anak, meskipun menurut kita itu biasa-biasa saja tapi berikan respon yang memuaskan. Dengan begitu anak akan semakin merasa dihargai dan merasa nyaman bercerita apa saja kepada orangtuanya.
- Berbicara kepada anak secara dewasa, jangan selalu berkomunikasi dengan anak dengan nada memanjakan atau memposisikan anak sebagai anak kecil terus menerus ada kalanya ajak anak berbicara sebagaimana kita bertukar pikiran dengan orang dewasa, diskusikan berbagai hal yang dialaminya, mengenai sekolahnya atau kegiatan favoritnya. Pada anak yang sudah memasuki usai sekolah dasar cenderung lebih senang diperlakukan seperti ini.
- Berikan rasa aman dan nyaman selama mereka berada di dekat orangtua. Biasakan anak mengkomunikasikan perasaannya, jangan sampai anak terbiasa menyimpan dan memendam perasaan.
- Tahap selanjutnya, apabila yang diceritakannya adalah aktivitas berbahaya dan beresiko tinggi jangan langsung tiba-tiba memarahi dan melarangnya, tetapi perlahan-lahan beri pengertian sambil mengenalkan pengetahuan baru serta resiko yang bisa terjadi berikut tindakan preventifnya. Misalnya, jika dia bercerita habis main di sungai maka orangtua bisa memberi masukan dan melatih anak menjaga diri seperti waspada berada di dekat lubang karena mungkin itu adalah saran gular, hati-hati dengan air yang tenang karena itu berarti airnya dalam, jangan menginjak batu berlumut karena bisa terpleset dan lain-lain. Semoga bermanfaat.
Harian Jogja, 29 November 2009