Oleh Demitria Budiningrum (Kepala Sekolah Rumah Citta ECCD-RC)
Tedy (bukan nama sebenarnya) bertanya pada ibunya,’’Bu kapan aturan itu dibuat? Aku kok nggak ikut bikin?’’
Pertanyaan itu diajukan oleh seorang anak yang baru masuk SD, dulu sekolah di Rumah Citta. Pertanyaan ini tidak aneh justru luar biasa? Luar biasa karena kecil kemungkinan pertanyaan itu diajukan oleh anak berumur 7 tahun, luar biasa karena anak itu memiliki dorongan untuk terlibat dalam membuat aturan sekolahnya. Saya sendiri, sebagai pendidik di Rumah Citta terkejut, sekaligus kagum terhadao Tedy. Saya terkejut karena tidak menduga pengalamannya ikut menentukan aturan main dan beberapa aturan lain di Rumah Citta tetap terbawa dan membuat Tedy melihat adanya perbedaan atau adanya masalah di sekolah barunya. Masalah yang ditemukan adalah mengapa aturan yang berlaku di sekolahnya sekarang tidak ditentukan oleh guru dan murid, melainkan oleh guru (pihak sekolah)? Kalau begitu, apa iya anak juga dapat menentukan aturan bersama? Saya pastikan jawabannya bisa. Anak bisa diajak atau dilibatkan dalam membuat aturan. Salah satu buktinya adalah pengalaman Tedy diatas.
Di sekolah, anak dapat diajak menentukan aturan main selama berkegiatan. Contoh aturan yang pernah disepakati anak adalah setelah main mainannya dibereskan, kalau mau ikut main minta izin dulu sama teman, buang sampah ditempat sampah, di kelas jalan saja, dan sebagainya. Dapat pula aturan ketika di jalan, diantaranya, jalan tetap berdekatan dengan teman, kalau mau menyeberang harus ditemani orang dewasa, selalu jalan dipinggir, dan sebagainya. Bagaimana dengan dirumah, apakah anak juga dapat membuat aturan bersama orangtua dirumah? Tentu saja bisa. Tanyakan pada anak apa yang sebaiknya kita lakukan supaya kamarnya bersih dan rapi, kalau ada tamu, kalau ada yang sedang tidur, kalau sedang makan, dsb. Anak akan mengungkapkan pendapatnya mengenai itu. Dapat diteruskan dengan menggali lebih dalam, yaitu mengajukan pertanyaan lanjutan, misalnya kalau ada kertas yang dibuang ke lantai sebaiknya diapakan ya? Kalau papa sedang bicara dengan tamu dan adek ingin bicara bagaimana ya? Boleh ngga ya. Kita teriak-teriak kalau ada yang sedang tidur? Dan sebagainya. Pelibatan anak dalam membuat aturan sungguh bermanfaat. Pertama, anak mengembangkan kemampuan berpendapat dengan benar. Kerap kali anak berteriak-teriak ataupun berperilaku agresif ketika ingin menyampaikan sesuatu.
Dengan terlibat dalam membuat aturan, anak belajar cara berpendapat yang dapat diterima oleh orang lain dengan baik. Kedua, anak belajar terlibat dan peduli dalam hidup bermasyarakat. Dalam masyarakat, banyak sekali aturan-aturan yang berlaku. Ketiga, anak menjalankan aturan dengan senang. Aturan yang dibuat dan disepakati sendiri tentu lebih menyenangkan untuk dijalankan daripada aturan yang dibuat oleh orang lain dan kita harus menyepakatinya. Semoga bermanfaat.
Harian Jogja, 18 Oktober 2009