Anak berbakat istimewa

Tanya.

Yth. Ibu Elga

Saya punya satu anak laiki-laki saat ini usianya 6 tahun. Anak saya sudah bisa membaca di usia 2 tahun. Saat ini ia ikut les matematika dan ditempatkan di kelas untuk anak-anak usai 9-10 tahun kerana kemampuannya yang lebih. Dia senang sekali membaca dan kegiatan-kegiatan yang berbau sains. Mengamati semut dan hewan-hewan serangga juga menjadi hobinya. Saya amati dia kurang suka bergaul dengan teman-teman sebayanya. Jika saya dorong untuk bermain dengan teman-temannya yang berlarian kesana-kemari komentarnya biasanya,’’main apa sih mereka itu mah, ngga asik’’. Perlukah saya melakukan tes IQ untuk anak saya? Saya tidak berharap dia menjadi anak yang pintar tapi menikmati masa kecilnya. Bagaimana cara mengoptimalkan kecerdasannya tapi dia tetap bisa jadi ‘anak-anak’? Terimakasih

Ibu Nana (Jalan Kaliurang)

Jawab.

Yth. Ibu Nana,

Patut di syukuri bahwa ibu memiliki putra dengan kecerdasan yang lebih. Anak-anak seperti ini memiliki kebutuhan khusus dan cara penanganan yang khusus pula agar potensinya benar-benar optimal. Mencari bantuan professional untuk pemeriksaan psikologis (IQ atau bakat khusus lainnya) merupakan langkah yang bisa membantu memastikan bahwa putra ibu termasuk anak yang gifted atau cerdas / berbakat istimewa. Hasil pemeriksaan psikologis juga bisa membantu menemukan kebutuhan anak yang lebih spesifik, misalnya saja apakah anak memiliki intelegensi umum yang tinggi, atau memiliki kecerdasan khusus di bidang akademik seperti matematika, atau kelebihan di bidang lain seperti kepemimpinan dan seni. Langkah lain yang perlu dilakukan agar potensi putra ibu tidak tersia-sia adalah memberi ruang dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengasah minat-minatnya, misalnya dengan mengikutsetakan anak dalam klub sains sebagai pengayaan. Alternatif lainnya yang bisa ditempuh adalah mencarikan mentor orang  dewasa untuk mengambangkan kemampuan lebihnya. Agar anak mendapat keseimbangan, perluas jelajah sosialisasi anak dengan mengikutsertakan ia ke kelompok kegiatan tertentu dimana kemampuannya setara dengan anak seusianya, misalnya saja: olahraga, music. Di sekolah, ibu bisa minta tolong kepada guru kelasnya agar banyak mendorong anak untuk terlibat dalam interaksi, misalnya cooperative learning dengan bentuk-bentuk kerja kelompok.

Harian Jogja, 22 Maret 2009

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *