Anak Cengeng
Tanya,
Saya seorang bapak yang memiliki anak perempuan yang berusia 5 tahun. Anak saya menurut saya sangat sensitif. Dia seringkali menangis. Banyak kejadian yang membuatnya menangis, misalnya: berpisah dari saya, frustasi tidak bisa mengerjakan sesuatu, konflik dengan teman, sakit karena jatuh, minta sesuatu tidak dipenuhi. Jadi, dalam hampir semua situasi responnya nangis. Bagaimana ya, memang karena dia perempuan, ada kecenderungan ‘memanja’ dari saya tapi saya juga ingin anak saya tangguh juga emosinya.
Bapak Basikin, Jogja
Jawab,
Anak usia dini pada umumnya suka menangis dan hal itu wajar. Menangis merupakan salah satu cara mereka berkomunikasi. Sebenarnya menangis itu tidak sepenuhnya jelek. Menangis banyak manfaatnya juga seperti menyeimbangkan emosi, mengurangi ketegangan otak karena stres. Namun, orangtua memang perlu khawatir jika anak merespon hampir semua situasi yang membuatnya tidak nyaman dengan menangis.
Karakter anak yang sensitif bisa jadi penyebabnya. Anak-anak dengan karakter sensitif lebih bisa jadi lebih sering menangis. Namun tidak berarti anak yang sensitif dibiarkan selalu merespon ketidaknyamanan dengan menangis, justru anak sensitif bisa dimanfaatkan kepekaannya untuk memahami situasi dan orang lain.
Orangtua juga perlu merefleksi cara mengasuh. Seringkali sikap overprotektif dan reaksi yang berlebihan saat anak mengalami luka fisik atau ‘luka emosi’ justru menguatkan anak untuk menangis, contoh: respon ‘nggak pa pa yuk bangun’ dengan ‘aduh sakit ya kasihan’ akan menimbulkan perilaku yang berbeda dari anak.
Ortu bisa merespon hal-hal yang tidak nyaman bagi anak dengan empati dan reaksi yang sewajarnya. Kembangkan harga diri anak ke arah yang positif sehingga anak tidak rentan stres, caranya dengan menangkap hal-hal positif yang dilakukan anak dan beri reward. Ajak anak sebanyak mungkin menggunakan kata-kata untuk merespon hal-hal yang tidak nyaman. Beri kedisiplinan yang sesuai dengan usia anak sehingga tidak frustasi. Tidak kalah penting juga orangtua juga harus bisa menunjukkan pengelolaan emosi yang baik di depan anak.
[Elga Andriana – Harian Jogja 15, 2 Nov 2008]